DaerahOpini

Bank BNI Cabang Gorontalo di Anggap Bodoh Dalam Mengambil Tindakan Lelang

520
×

Bank BNI Cabang Gorontalo di Anggap Bodoh Dalam Mengambil Tindakan Lelang

Sebarkan artikel ini
Agung Bobihu, Mahasiswa Akuntansi UNG.
Agung Bobihu, Mahasiswa Akuntansi UNG.

‎Praktik perbankan kerap menjadi sorotan ketika menyangkut masalah kredit macet. Salah satu yang paling banyak menimbulkan polemik adalah kebijakan bank BNI Gorontalo melelang rumah nasabah (Mohamad Syahrul Lawinata), sementara nasabah tersebut masih berupaya melakukan pembayaran angsuran dan melunasinya secara keseluruhan akan tetapi pihak bank tidak menyetuji hal tersebut.

‎Secara normatif, bank memang memiliki hak mengeksekusi jaminan apabila debitur wanprestasi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Perbankan dan KUHP Perdata, bahkan dipertegas dengan adanya hak tanggungan yang melekat pada setiap aset yang diagunkan. Namun, persoalan menjadi sensitif ketika eksekusi dilakukan pada saat debitur masih beritikad baik dengan tetap menyetor angsuran, meski mungkin tidak penuh atau terlambat.

‎Proses lelang seharusnya menjadi jalan terakhir, bukan langkah instan, apalagi jika komunikasi antara bank dan nasabah masih berjalan baik dan nasabah masi berniat baik untuk melunasi apa yang menjadi tanggung jawabnya. Pelelangan rumah yang masih dihuni dan masih diangsur berpotensi melanggar prinsip perlindungan konsumen, yang seharusnya dijunjung tinggi oleh lembaga keuangan akan tetapi pada kasus ini pihak bank BNI terlihat sangat bodoh dan ceroboh dalam mengambil tindakan.

‎Dari sisi sosial, pelelangan rumah bukan hanya menyangkut angka dan kontrak hukum, tetapi juga menyentuh aspek kemanusiaan. Rumah adalah kebutuhan dasar, tempat keluarga bernaung. Ketika bank BNI terburu-buru mengeksekusi, citra lembaga keuangan sebagai mitra masyarakat justru bisa tercoreng.

‎Idealnya, bank BNI menerapkan prinsip win-win solution. Penjadwalan ulang cicilan, restrukturisasi kredit, atau skema keringanan pembayaran seharusnya lebih dikedepankan. Dengan demikian, bank tetap bisa menjaga kualitas asetnya, sementara nasabah mendapat ruang bernapas untuk memperbaiki kondisi keuangan.

‎Kasus rumah yang dilelang saat cicilan masih berjalan harus menjadi refleksi bahwa sistem perbankan kita memerlukan keseimbangan antara kepastian hukum, kepentingan bisnis, dan rasa keadilan. Jangan sampai regulasi yang ada justru dimaknai semata-mata dari sisi formal, sementara dimensi moral dan sosial diabaikan.

‎Pada akhirnya, bank BNI bukan sekadar institusi bisnis, melainkan bagian dari ekosistem sosial. Tindakan melelang rumah nasabah yang masih berupaya membayar hanya akan memunculkan ketidakpercayaan publik, yang dalam jangka panjang bisa merugikan dunia perbankan itu sendiri apalagi nasabah punya niatan untuk melunasi semua perjanjianya akan tetapi bank BNI tak mau melakukan hal tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *