GERAKAN.CO, Kabupaten Gorontalo – Proyek pembangunan jalan menuju destinasi wisata unggulan Pentadio Resort di Desa Pentadio Barat, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo, kini menjadi sorotan tajam publik. Jalan yang seharusnya rampung pada tahun 2024 itu justru terbengkalai hingga pertengahan 2025. Padahal, proyek ini menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang semestinya menjadi solusi percepatan pembangunan pascapandemi.
Tokoh muda Gorontalo, Fikri Abdullah, angkat bicara. Ia menilai proyek ini sebagai bentuk kelalaian serius dari pemerintah daerah. “Sudah dua tahun jalan ini dibongkar, tapi sampai hari ini tidak ada tanda-tanda perampungan. Ini jalan menuju kawasan wisata, bukan jalan ke kebun kosong,” tegasnya.
Jalan Strategis, Tapi Dibiarkan Rusak
Jalan yang dimaksud merupakan akses utama menuju Pentadio Resort, salah satu destinasi wisata air panas alami yang berada di tepi Danau Limboto dan menjadi andalan pariwisata Kabupaten Gorontalo. Namun, alih-alih mendukung sektor pariwisata, jalan tersebut kini justru menjadi simbol kegagalan tata kelola proyek infrastruktur.

Warga sekitar mengeluhkan kondisi jalan yang rusak parah, berlubang, dan berdebu saat kering serta berlumpur saat hujan. “Kami sudah capek mengeluh. Ini jalan bukan hanya untuk wisatawan, tapi juga untuk aktivitas harian warga,” ujar salah satu warga Pentadio Barat.
Dana PEN, Tapi Proyek Mangkrak
Proyek ini diketahui dibiayai melalui skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yang seharusnya digunakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur strategis dan mendukung pemulihan ekonomi daerah. Namun, fakta di lapangan menunjukkan proyek ini justru mangkrak tanpa kejelasan.
Fikri mempertanyakan transparansi dan pengawasan anggaran. “Jangan sampai anggaran ini sudah habis, tapi jalan masih begini-begini saja. Ini bukan proyek pribadi, ini uang rakyat!” katanya dengan nada geram.
Sorotan untuk DPRD dan Pemerintah Daerah
Fikri juga menyinggung peran Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo, Zulfikar Usira, S.E., yang merupakan wakil rakyat dari Dapil Telaga CS. Ia menilai DPRD seharusnya lebih peka terhadap keresahan masyarakat.
“Kalau wakil rakyat tidak bisa memperjuangkan aspirasi rakyatnya, lalu siapa lagi? Jangan hanya hadir saat kampanye, tapi diam saat rakyat menjerit,” sindir Fikri.
Desakan untuk Evaluasi dan Tindakan Tegas
Masyarakat kini mendesak pemerintah daerah untuk segera mengevaluasi proyek tersebut dan menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab atas keterlambatan. Mereka juga meminta agar proyek ini tidak hanya dijadikan laporan di atas kertas, tapi benar-benar dituntaskan demi kepentingan publik.
Jika dibiarkan, proyek mangkrak ini bukan hanya merugikan sektor pariwisata, tapi juga mencoreng wajah pemerintahan daerah di mata publik.